Di kota Solo terdapat sebuah museum sejarah dan budaya yang bernama Museum Radya Pustaka. Museum Radya Pustaka merupakan museum tertua di Indonesia yang didirikan pada masa pemerintahan Paku Buwono IX tepatnya tanggal 28 oktober 1890 oleh kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV. Raden Adipati Sosrodidingrat IV adalah patih Pakubuwono IX dan Paku Buwono X.
Pada saat itu museum berada di dalam komplek dalem kepatihan. Untuk lebih memudahkan diakses oleh lebih banyak orang pada tanggal 1 januari 1913 musim ini dipindahkan ke lokasinya yang sekarang yaitu di Gedung Museum Radya Pustaka ( kompleks Taman Sriwedari ) jalan Slamet Riyadi. Gedung tersebut dulunya adalah tempat tinggal Johannes Buseelar, seorang warga negara Belanda.
Museum Radya Pustaka dikelola oleh Yayasan Paheman Radyapustaka Surakarta dan dibentuk pada tahun 1951. Presidium pertama dibentuk pada tahun 1966 dan diketahui oleh Go Tik Swan atau juga dikenal dengan nama K.R.T Hardjonagoro
kotasolo.info
Mesjid Laweyan Dan Makam Ki Ageng Henis
Masjid Laweyan merupakan masjid tertua di Laweyan, yang dididikan tahun 1546 Masehi. Menilik tahun bedirinya, mesjid ini dibangun sebelum Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya menjadi Sultan Pajang antara tahun 1568-1582.
Masjid Lawayan dibangun oleh Ki Ageng Henis. Ki Ageng Henis adalah Putra dari Ki Ageng Sela yang masih keturunan Raja Brawijaya yang berarti masih keturunan raja-raja Majapahit. Ki Ageng Henis inilah yang kemduian menurunkan raja-raja dinasti mataram islam.
Lahan mesjid Laweyan dulunya merupakan sanggar dari Ki Ageng Beluk. Ki Ageng Beluk adalah seorang murid dari Ki Ageng Henis yang masuk islam. Maka tak heran jika Lokasi Masjid ini disebut Kampung Belukan. Versi lain menyebutkan kampung itu diberi nama belukan karena kampung ini dulu menjadi seperti pesantren dimana selalu ada kegiatan menanak nasi untuk makan para santri sehingga selalu keluar asap dari dapur pesantren dan disebutlah wilayah ini sebagai Kampung Belukan (beluk = asap).
Dibelakang masjid terdapat komplek makam kerabat keraton pajang, kartosura dan Surakarta. Pintu gerbang makam dibangun pada masa Sunan Paku Buwono X dan didigunakan untuk ziarah ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1 tahun setelah kunjungan itu beliau wafat.
Beberapa orang yang dimakamkan di tempat itu antara lain adalah :
Kyai Ageng Henis
Paku Buwono II
Permaisuri Paku Buwono V
Pangeran Widjil I Kadilangu ( pujangga Keraton Surakarta )
Nyai Ageng Pati
Nyai Pandanaran
Prabuwinoto anak bungsu dari Paku Buwono IX.
Kyai Ageng Proboyekso
Ki Ageng Beluk
Di makam ini terdapat tumbuhan langka Pohon Nagasari yang berusia lebih dari 500 tahun yang merupakan perwujudan penjagaan makam oleh naga yang paling unggul. Selain itu pada gerbang makam terdapat simbolisme perlindungan dari Betari Durga. Makam direnovasi oleh Paku Buwono X bersamaan dengan renovasi Keraton Kasunanan. Sebuah bangunan semacam pendapa yang diangkat dari pindahan Keraton Kartasura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar