Pemandian Air Hangat Langenharjo, akrabkah anda dengan nama ini? Pemandian air hangat yang tersembunyi di pojok perkampungan di Jalan Langenharjo, Bacem, Grogol, Sukoharjo, ini adalah peninggalan bersejarah dari Raja Pakubuwono IX dan Pakubuwono X. Pemandian yang dibuka untuk umum sejak tahun 1931 ini menjadi satu bagian dalam kompleks Pesanggrahan Langenharjo yang masih berdiri kokoh di sisi timur pemandian.
Kamis siang, 7 Maret 2013, bersama seorang teman, saya mengunjungi lokasi wisata air panas Pemandian Air Hangat Langenharjo yang terletak di pinggiran Sungai Bengawan Solo itu. Kunjungan saya ini menjadi kunjungan untuk kali pertama selama 27 tahun hidup di dekat Keraton Surakarta, namun tidak bagi teman saya yang terakhir berkunjung ke pemandian ini pada tahun 1997.
Pemandian Air Hangat Langenharjo adalah lokasi wisata air dengan sumur bur yang menjadi sumber air hangat dan dipercaya mengandung belerang yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Sumur bur di pemandian ini sendiri dibuat pada masa kepemimpinan Raja Pakubuwono IX tepatnya pada tahun 1890.
Bersamaan dengan pembuatan sumur bur beberapa jenis pohon seperti Sawo Kecik dan Beringin ditanam di halaman pemandian dan beberapa diantaranya masih tumbuh hingga sekarang. Karena itu, kawasan yang pada awalnya difungsikan sebagai tempat tujuan rekreasi keluarga kerajaan dulunya terkenal sangat teduh dan asri. Akan tetapi suguhan berbeda justru kami dapati siang itu, 123 tahun setelahnya.
Setidaknya ada tiga bangunan yang berada di pemandian ini yaitu bangunan utama pemandian, kamar ganti dan toilet, dan kolam renang. Dari ketiga bangunan ini hanya bangunan utama pemandian yang tampak terawat meskipun terlihat cukup memprihatinkan.
Kolam renang dengan lantai biru dan kamar ganti dan toilet yang berada di sebelah selatan bangunan utama tampak sudah rusak dan tidak dapat digunakan. Air dalam kolam renang tampak berwarna hitam keruh sementara semak dan rumput tumbuh dipinggiran kolam. Beberapa bagian kolam tampak retak dan dibiarkan tidak terurus.
Kolam renang dan kamar ganti ini merupakan bagian dari pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo pada tahun 1996. Termasuk dalam pembangunan itu beberapa tempat duduk dan meja serta patung-patung binatang yang kini juga sudah retak dan diselimuti lumut berada di sekeliling pemandian.
Kerusakan tidak hanya menyerang bangunan pemandian air panas Langenharjo, tetapi juga pada lingkungan pemandian seperti pada pohon-pohon yang dulunya rindang dan membuat tempat ini teduh. Beberapa pohon terpaksa ditebang saat membangun kolam renang sementara beberapa pohon lain di halaman barat mati. Karena itu beberapa lokasi di tempat ini terlihat gundul dan panas.
Untuk bangunan utama adalah bangunan rumah yang tak lain adalah tempat pemandian air hangat. Bangunan yang terletak di tengah-tengah kompleks pemandian ini terbagi dalam dua sisi, timur dan barat. Pada tiap sisi terdapat empat bilik berderet kamar berendam. Di dalam bilik masing-masing tersedia bak mirip bathup untuk berendam air hangat.
Keramik putih dalam bilik tampak menguning dan beberapa tampak menghitam. Ruang-ruang itu juga tampak suram karena hanya mengandalkan cahaya matahari untuk penerangan. Ditambah lagi kondisi pengap sangat terasa saat memasuki bilik karena jarang digunakan.
Di tembok depan teras pemandian terdapat dua carik kertas lusuh bertuliskan kandungan-kandungan mineral dalam air sumur bur dalam bahasa asing. Keterangan dalam kertas mengindikasikan bahwa air di sumur ini baik untuk penderita penyakit rematik, merasa kurang tenang (kurang tidur), kurang kekuatan, penyakit kulit, dan sakit kotor. Di sana juga tertera keterangan bagi tamu untuk meminum air setidaknya satu gelas.
Air dari sumur bur yang dibangun pada masa Pakubuwono IX juga tidak lagi terasa hangat meskipun dipercaya masih berkhasiat. Pengurangan kualitas air di pemandian ini sudah terjadi sejak banjir besar melanda Kota Solo dan sekitarnya pada tahun 1966. Sejak saat itu untuk dapat mengambil air dari dalam sumur terpaksa harus menggunakan bantuan alat seperti pompa air manual sebelum akhirnya beralih ke pompa listrik.
Untuk pengurus ada Pak Narno yang dibantu dua adik perempuannya. Pak Narno biasa membersihkan, menjaga, dan mengantar tamu yang datang ke pemandian atau Pesanggrahan. Ada juga Pak Minto Sugito sebagai juru kunci namun dirinya sudah tidak lagi dapat melihat dan terbatas geraknya. Karena itu kegiatan sehari-hari seperti menyapu atau mengantar tamu menjadi tugas Pak Narno.
Ternyata yang “menguap” di pemandian ini tidak hanya kehangatan airnya atau kondisi fisiknya saja. Kesejahteraan para pengurus pemandian juga sudah lama “menguap” bersama ketenaran dan “menguapnya” pengunjung pemandian. Jangankan bicara soal gaji dari pihak Keraton yang terhenti sejak terjadi kisruh, berharap dengan pendapatan dari pengunjung pun mereka tidak berani karena sudah sangat jarang orang datang ke pemandian ini kecuali satu dua orang saat hari libur.
Untuk memasuki kawasan wisata air ini pengunjung tidak akan ditarik biaya tiket seperti pada umumnya. Pengunjung hanya diminta untuk memberi iuran seikhlasnya dalam sebuah kotak di Pesanggrahan. Sementara untuk pengunjung yang ingin mandi atau sekedar berkeliling Ndalem Pesanggrahan Pak Narno lebih suka memilih istilah seribu dua ribu rupiah untuk buka kunci atau mengisi air bak pemandian.
Status Pemandian Air Hangat Langenharjo saat ini adalah lokasi bersejarah berupa wisata air hangat yang disewa oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dari Keraton Surakarta. Meskipun berada dalam lingkup itu ternyata tidak menjamin keberlangsungan pemandian ini meskipun usaha perbaikan pernah dilakukan dengan pembangunan sarana pelengkap seperti pada tahun 1996 atau renovasi kawasan Pesanggrahan yang dilakukan sejak tahun 2000.
Usaha itu ternyata tetap tidak mampu mempertahankan “kehangatan” Pemandian Langenharjo seperti pada saat jayanya di tahun 1976. Meskipun sempat kembali ramai pada tahun 1997 ternyata usaha itu kembali menemui kegagalan hingga pemandian terlihat seperti sekarang ini.
1976 adalah tahun yang paling membahagiakan bagi Pemandian Langenharjo. Pada saat itu pemandian air hangat ini sangat terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan. Namun keramaian itu hilang begitu saja ketika memasuki tahun 1977, setelah lokasi ini dipakai untuk syuting film “Sunan Kalijogo”. Pak Narno meyakini hal itu terjadi karena saat syuting banyak orang keluar masuk Pesanggrahan Langenharjo dan banyak dari mereka tidak memperhatikan sopan santun hingga membuat “penjaga-penjaga” Pesanggrahan pergi.
Dari situ sebenarnya terlihat bahwa perhatian yang berbeda baik oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo atau pun Keraton Kasunanan Surakarta yang sebenarnya dibutuhkan. Perhatian yang berbeda tidak hanya menyentuh pada aspek pembangunan fisik saja, ambil contoh saja Taman Balekambang setelah direvitalisasi dan dialih fungsikan sebagai taman kota.
Taman Balekambang tidak hanya mendapatkan perhatian berupa pembangunan dan pengembangan sarana prasarana. Situs bersejarah Mangkunegaran itu kembali ramai dan asri karena ada perhatian berbeda. Perhatian yang tidak hanya berhenti pada pembangunan fisik saja tetapi juga perawatan dan penjagaan, tidak hanya pada bangunan tetapi juga pada mereka yang bertanggung jawab mengurus dan merawat seperti Pak Narno.
Perhatian seperti itu yang pada akhirnya membuat kawasan yang dilabeli sebagai “kawasan wisata” tetap hangat di hati dan pikiran pengunjungnya. Tidak seperti saat masuk ke dalam Pemandian Air Hangat Langenharjo, kehangatan kawasan wisata tidak lagi tertangkap apalagi terasa dari pemandian ini.
Kini bukan pengunjung yang datang ke sana untuk mandi air hangat dan mendapatkan obat atau khasiat dari airnya. Yang membutuhkan obat dan khasiat sekarang ini justru Pemandian Langenharjo sendiri. Pemandian ini membutuhkan obat dan khasiat agar tetap “hangat” dan tidak habis “menguap” dalam kawasan yang sedang ramai dibangun mall dan hotel itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar